Ketoprak Pawarso Budaya, Wujud Pengembangan Rakyat dari Alokasi Dana Desa
Sebuah Desa Bernama Sodanten
Saya tinggal di sebuah desa kecil bernama Sodanten (ten-nya
dibaca seperti ketika mengucapkan Kota Klaten). Letaknya di bagian Barat Jogjakarta. Masuk wilayah
Sleman namun hampir berbatasan dengan Bantul. Ditinggali kurang lebih 200 Kepala Keluarga.
Meski secara geografis wilayahnya cukup kecil, kegiatan di desa kami cukup
padat merayap. Mulai dari kegiatan ibu-ibu, meliputi Dasawisma (setiap 10 rumah), kegiatan RT & RW, dan KWT (Kelompok Wanita Tani). Untuk bapak-bapak, ada ronda, kegiatan RT & RW, Gorsip (Gotong Royong Simpan Pinjam),
ORGOS (Organisasi Gotong Royong Sodanten). Untuk anak dan pemuda kegiatannya dinaungi karang taruna PESO (Pemuda
Sodanten). Selain itu masih ada kegiatan lain yang bersifat umum dan keagamaan.
Yang perlu digarisbawahi semua kegiatan di sini bersifat aktif. Bisa
dibayangkan bukan bagaimana intensitas dan kelekatannya.
Ketoprak Pawarso Budaya
Di luar berbagai kegiatan ini. Ada lagi satu kegiatan yang baru saja
diresmikan di desa kami pertengahan tahun ini, yaitu Ketoprak Pawarso Budaya. Pawarso sendiri adalah singkatan dari Paguyuban Warga Sodanten. Jadi desa kami punya paguyuban ketoprak sendiri :D.
Menurut Wahyuti, salah seorang pengurus RT, memang potensi yang
sangat nampak dari Sodanten adalah dalam bidang seninya. Orang-orangnya suka belajar seni terutama tradisional. Dan memang ada beberapa orang yang sudah terjun dalam dunia panggung, baik seni tari maupun seni olah suara. Sehingga ada yang bisa membantu mengakomodir.
Seingat saya sendiri sebagai salah satu warganya, sejak dahulu kesenian memang menjadi hal yang
tidak terpisahkan dari Sodanten. Event kesenian selalu menjadi hal yang
digiatkan dengan maksimal. Baik oleh yang mencanangkan, yang membuat, yang
melakukan, maupun yang menontonnya.
Kira-kira 4-5 tahun yang lalu Sodanten menambah sajian
utama dalam pentas seni 17-annya, yaitu ketoprak. Sejak awal digarap dengan apik. Ada proses latihan intensif dari pemain maupun pemusik gamelannya. Saat tampil dibantu oleh soundsystem, setting panggung, serta atribut dan
riasan yang lengkap. Dan tentu saja cerita yang menarik dan para pemain yang berbakat.
Imbasnya, tahun-tahun berikutnya Ketoprak 17-an di desa kami menjadi lebih
dikenal. Tidak lagi hanya ditonton oleh masyarakat desa namun juga perangkat desa dan pejabat pemerintahan. Maka, tidak
jarang kepala dukuh, lurah, camat, dan perwakilan DPRD ikut hadir menonton meski terkantuk-kantuk. Maklum, ketopraknya biasa selesai hingga dini hari.
Ketoprak Pawarso Budaya - Agustus lalu. Foto: dok.pribadi |
Kisah Bandung Bondowoso & Roro Jonggrang, Agustus lalu. Foto: dok.pribadi |
Sebelum akhirnya diresmikan tahun ini, kiprah Ketoprak Pawarso Budaya memang cukup meningkat. Penampilannya beberapa kali diliput oleh koran online setempat. Pernah juga Ketoprak kami diminta tampil dibeberapa tempat. Atau kali lain diminta mewakili wilayah setempat untuk lomba. Dan salah satu hasilnya adalah menyabet juara 3 dalam Lomba Ketoprak dalam Festival Pertunjukan Rakyat mewakili Kabupaten Sleman.
Juara 3 Festival Pertunjukkan Rakyat . Foto milik Irkhas |
liputan koran online 1. foto: krjogja.com |
liputan koran online 2. foto: krjogja.com |
Meskipun demikian, menelurkan paguyuban baru bukan hal yang mudah dan instan. Contohnya Pawarso Budaya ini. Diawali dengan
adanya bibit-bibit ketoprak dalam desa. Digerakkan oleh para
motor yang berbakat. Didukung oleh para pengurus yang mampu
mencium potensi desanya. Dan disupport pula dalam bentuk dana dari dana
desa sebagai wujud pengembangannya.
“Ada dana desa yang dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan desa, termasuk seni” begitu yang disampaikan Bapak Wawan, salah seorang ketua RT. Terlebih karena
masyarakatnya suka berkesenian dan potensial, jadi sejak awal sudah ada alokasi dana desa
untuk ini. Dan buktinya aliran dana tersebut memang membuahkan hasil yang baik.
Dana desa sendiri adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat (kemenkeu.go.id).
Tidak bisa dipungkiri jika dana desa ini
menjadi salah satu support yang nyata dalam pengembangan masyarakat. Di desa saya misalnya, keberadaannya bisa membawa ketoprak desa yang semula
hanya untuk menggembirakan warga menjadi lebih profesional.
Siklus Rakyat dan Negara
Soal dana desa ini jika diturut sebenarnya adalah dana dari pemerintah yang bersumber dari rakyat. Yang menarik, jika prosesnya berjalan dengan baik dan tepat sasaran, bisa menjadi siklus yang saling memberi manfaat.
Jadi, mengambil contoh ketoprak desa kami, urutannya akan seperti ini: uang dari rakyat - untuk negara - kembali ke masyarakat (alokasi dana desa tepat sasaran: mengembangkan ketoprak) - aset budaya dan negara. Bisa jadi akan bersiklus lagi. Misalnya, jika pemerintah melihat potensi ini dan akhirnya memberi dana khusus untuk lebih mengembangkannya lagi. Putaran manfaat akan bergulir lagi. Bukan hal yang tidak mungkin bukan?
Terlepas dari itu, pengalokasian dana desa tidak serta merta bisa disamaratakan tiap desa. Masing-masing desa harus jeli melihat potensi maupun kebutuhannya. Di satu desa mungkin ada kebutuhan fisik yang lebih harus diselesaikan. Maka alokasi itu yang harus diprioritaskan. Namun, jangan sampai pandangan kita akan pembangunan dan pengembangan terpatok hanya pada aspek fisik saja.
PRnya, mari saling berkontribusi agar siklus manfaat rakyat dan negara ini bisa terus berjalan dengan baik.
Salam,
Kachan
Sumber data:
-wawancara pengurus desa sodanten : Bapak Wawan & Ibu Wahyuti
-http://www.kemenkeu.go.id/dana-desa
-http://krjogja.com/web/news/read/8012/Peringati_Keistimewaan_DIY_Pemuda_Sodanten_Ketoprakan
-http://krjogja.com/web/news/read/7485/Lawan_Narkoba_Melalui_Seni_Budaya
Kok keren banget Mak smmpe menang lomba segala
ReplyDeleteIya, itu orang2 di desaku emang pada niat2 ;D
DeleteNaaah, kayak gini nih sukak! Dana desa digunakan untuk kegiatan positif, melestarikan budaya. Bisa memberdayakan masyarakat sekitar pun remaja. Keren... Kereen ^^
ReplyDeleteIyaa, maak raaan. Semoga bisa terus berkembang :)
Deletewah keren ini , mmebudayakan kembali budaya lokal, wah patut dipertahankan. di cirebon ada kegiatan yg disebut dg kliwonan dari satu desa ke desa lainnya, ya itu mempertunjukan kesenian dan seni yang ada di desa itu
ReplyDeleteoyaaaa? baru tau. menarik juga itu ya. malah jd semacam studi banding dan saling menyemangati antar desa
DeleteWah keren! Ketoprak masih disuguhkan untuk acara yang menginspirasi seperti gotong royong begini.
ReplyDeleteHehe makasih
DeletePak Wawan karo Ibu Wahyuti? Ketoke kenal ki aku... Hehe
ReplyDeleteWah kok bisa ya huahahahaaa..
DeletePak Jurnalisnya muncul..
Penasaean pengen liat ketopraknya langsung. Kereen begituu sampe bisaa menang lomba. Hehehe
ReplyDeleteSaya selalu suka dengan intensitas keakraban di desa. Benar-benar menjaga tali persaudaraan banget dan banyak juga yang melakukan hal ini dengan hati yang tulus. Berbeda dengan kondisi di perkotaan ya.
ReplyDeleteSuamiku paling doyan sama seni, bahkan anakku disuruh kursus tari jaipong demi mewariskan kebudayaan sunda :)
ReplyDeletekeren mba ini sampe ikut lomba ^^